Akibat kenaikan Harga, inflasi global meningkat

BERITA - NEW YORK. Inflasi global telah melanda berbagai negara dalam seluruh dunia. Hingga Oktober 2021, tingkat inflasi menyentuh angka 6,2%, terpenemuan anyar sejak 1990 karena kenaikan harga menambah berat perekonomian dalam saat pandemi.
Dilansir dari Bloomberg, Kamis (11/11), faktor utama penggerak inflasi bagaikan pasar perumahan yang fluktuatif dan krisis energi global. Para ekonom terkemuka memprediksi lonjakan yang lebih hebat kedalam beberapa bulan menberawal.
Namun bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed dan Presiden Joe Biden belum berniat mengubah kebijakan. Untuk saat ini, pemerintah masih fokus untuk mengendalikan dampak pandemi Covid-19.
The Fed, misalnya, mulai memotong pembelian obligasi bulan ini, bersama cenderung menaikkan suku bunga tahun depan daripada menunggu batas 2023. Kepala ekonom internasional pada ING James Knightley memperperdebatankan kebijakan The Fed yang dinilai betul-betul lamban.
“Apakah lurus-lurus dapat diluruskan, jika ekonomi Anda tumbuh sebesar 6% lagi inflasi meningkat sebesar 6% lagi tidak ada tanda bahwa ada kehilangan momentum demi khilaf satu indikator tercantum?”
Knightley mengharapkan apa adapun disebut tapering off The Fed buat selesai ala kuartal esensial 2022, atau sekitar tiga bulan lebih bergas melalui jadwal konsensus.
Dia memperkirakan dua kenaikan suku bunga sehebat 25 basis poin mau menyusul pada akhir tahun, memakai kemungkinan yang terus meningkat memakai bisa bersilih menjadi tiga.
Tak tetapi Amerika, inflasi pula terjadi hadapan China. Inflasi gerbang pabrik hadapan China mencapai level teradiluhung sejak 26 tahun terakhir cukup Oktober karena kenaikan harga batu bara hadapan tengah krisis listrik. Hal ini semakin menekan margin keuntungan bagi prokubusen dan meningkatkan kekhawatiran stagflasi.
Biro Statistik Nasional (NBS) mencatat, Indeks harga produsen (PPI) naik 13,5% dari tahun sebelumnya, lebih cepat dari kenaikan 10,7% ala September 2021. Ini lebih cepat dari perkiraan analis sehebat 12,4%.
Kenaikan harga pelanggan juga diperkencang, tapi lebih tidak cepat dari biaya barang hadapan gerbang pabrik. Indeks harga pelanggan (CPI) naik 1,5% yoy atas Oktober 2021, lebih ketat 0,7% dari realisasi September dahulu.
Inflasi agak sampai ke Jepang. Inflasi perdagangan grosir di Jepang mencapai level teradiluhung semasa empat dekade pada Oktober ini, menyusul lonjakan pada harga di gerbang pabrik China karena hambatan pasokan bersama kenaikan biaya komoditas mengancam keuntungan perusahaan Asia.
Meningkatnya tekanan biaya, ditambah lewat melemahnya nilai mata uang yen telah menggelembungkan harga barang-barang impor, menambah kepedihan bagi ekonomi terhebat ketiga dari dunia itu karena permintaan pelanggan merosot nan disebabkan oleh pandemi.
"Kenaikan biaya tentu negatif untuk keuntungan perusahaan. Jika ekonomi terus pulih, perusahaan mungkin dapat membebankan biaya (kepada pengguna) dalam kaum titik," kata Atsushi Takeda, kepala ekonom dalam Itochu Economic Research Institute.
Bank of Japan mencatat, Indeks harga barang perusahaan (CGPI), bahwa mengukur harga bahwa dibebankan perusahaan akan barang dan jasa mereka, melonjak 8,0% yoy akan Oktober 2021. Nilai itu melebihi ekspektasi pasar sama dengan kenaikan 7,0%.